Kemarin malam, 26 Januari 2012, jam 18:30 saya datang ke XXI Djakarta Theater untuk menonton premiere Kita VS Korupsi, sebuah film hasil kerjasama KPK, USA ID, Transparancy International dan MSI. Saya datang sebagai undangan dari Kang Ilham, saya masuk ke studio 2, studio 1 diperuntukkan bagi media.
Dari studio 2 sekitar 19:30 alias 1 jam di dalam bioskop, film dibuka dengan rangkaian kata sambutan, sayangnya dari studio 2 saya hanya bisa mendengarkan saja kata sambutan tersebut, di depan bioskop tidak ada orang yang berbicara, layar bioskop pun dibiarkan kosong saja. Kata sambutan pertama di buka oleh Abraham Samad ketua KPK, yang menyatakan intinya adalah semoga film ini bisa memberikan inspirasi untuk melawan korupsi mulai dari diri sendiri. Kemudian kata sambutan dilanjutkan oleh Glen Anders dari USA ID, yang memberikan informasi tambahan kalau film ini akan di putar di 14 kota. Disusul lagi oleh Teten Masduki, yang menyatakan saat ini nilai-nilai kesederhanaan sudah hilang, banyak digantikan oleh pengejaran hal-hal yang bersifat hedonisme. Hmmmm….
Baik lanjut ke film…
Part 1: Rumah Perkara
Ella diperankan oleh Ranggani Puspandya, foto dari sini.
Menceritakan tentang seorang Lurah Desa yang dalam kampanye secara lantang dan dihadapan orang banyak berani mengucapkan janji untuk memajukan dan melindungi penduduk desa tersebut. Nyatanya Pak Lurah tersebut di backing oleh pengusaha yang punya maksud ingin meratakan desa tersebut untuk dijadikan ruko dan mal. Niat tersebut berjalan mulus ketika satu persatu keluarga desa tersebut berhasil dipindahkan kecuali Ella, seorang janda muda dan cantik (banget) yang menolak dipindahkan…
Keyword dari Ella: Kamu jadi lurah buat siapa?
Part 2: Aku Padamu
Pemudi diperankan oleh Revalina S Temat, foto dari sini
Sepasang muda mudi mau menikah lari, pergi naik motor ke KUA. Sesuai persyaratan untuk menikah, di KUA mereka harus menyertakan kartu keluarga yang mereka tidak punya. Si pemuda ingin mengambil jalan pintas sementara si pemudi berkeras memutuskan untuk sementara menunda dulu pernikahan mereka…
Pemudi terus menolak bujukan pasangannya karena sewaktu kecil pernah punya guru ideal bernama Pak Markun yang juga menolak untuk menyogok demi dijadikan guru tetap…
Disertai dengan lontaran petugas KUA yang mengambil pembenaran dari sisi-sisi agama, moral…
Part 3: Selama pagi Risa
Setting kali ini adalah tahun 1974, cerita tentang seorang ibu cantik dengan 2 anak, dia adalah seorang isteri pegawai gudang milik negara. Ibu cantik tersebut harus menghidupi keluarga dengan menerima jahitan keadaan ekonomi keluarga mereka betul-betul serba pas-pasan. Di saat anaknya sakit dan butuh biaya menebus obat, si Ibu terpaksa menebus setengah resep. Sampai ada sebuah radio yang hampir mereka jual.
Di saat betul-betul sulit tersebut rumah mereka kedatangan tamu seorang pedagang beras yang ingin menyewa gudang untuk dijadikan penimbunan sementara.
Part 4: Psssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa
Part terakhir ini mencontohkan korupsi mulai dari SMA. Salah satu tokohnya adalah si Echi yang bekerja sama dengan seorang guru untuk menjual buku setengah wajib. Harga buku tersebut lebih mahal dari toko buku tapi bagi murid yang membeli buku ini ada pertolongan nilai dari si guru.
Echi juga sudah pintar untuk me mark-up biaya buku, hasil belajar dari ibunya…ayahnya pun berujar, biaya buku sekarang mahal ya? Kan sekarang sudah paket pak. Si ayahpun dikisahkan ternyata di kantornya me mark-up lagi biaya budgetting.
Overall…
Film ini enak ditonton, tidak menggurui tapi memberikan pesan melalui potret-potret jujur contoh-contoh keseharian yang memang banyak terjadi di masyarakat Indonesia, tekanan untuk berkorupsi sungguh besar. Di flm juga bahkan dengan jelas di perlihatkan kalau kadangkala lebih aman untuk berkorupsi daripada berlaku jujur.
Korupsi di Indonesia dilakukan oleh segala lapisan masyarakat. Bukan saja pemerintah sebagai pemegang kekuasaan atau pengusaha saja tapi rakyat banyak (kita) pun beberapa juga sebetulnya turut menghidupi proses tersebut.
Reward untuk tidak berkorupsi juga nyata di perlihatkan kalau seringkali memang tidak besar, pelaku yang tidak berkorupsi tidak akan mendapatkan apa-apa, tidak medali apalagi harta. Tapi jelas, kalau kita ingin Indonesia bersih dari korupsi, seluruh rakyatnya pun juga harus berani berkontribusi untuk tidak lagi berkorupsi baik kecil apalagi besar.
Sip
3part pertama pemainnya cantik2, bukannya ga suka yang cantik, tapi kenapa harus cantik?
part 4 cantik juga ga? maaf OTT, gara2 keseringan lihat film lokal pake artis cantik, sehat, muka seger buat peran kurang mampu…
em bukan membela, tapi memang kalau part 1 memang perannya harus cantik, karena si Ella ada main dengan si Pak Lurahnya.
Untuk part kedua tentunya supaya menarik… 🙂
Part ketiga pemainnya biasa aja kok, menariknya karena karakternya. Part 4 yang main ABG-an SMA. Di film ini yang penting contentnya
kalau memang serius mau berantas korupsi, dari kepalanya dong. pernah nonton di tv bahkan pemimpin di sono teleh menyiapkan kalo nggak salah 9 peti mati bagi koruptor dan 1 khusus buat dirinya sendiri bila melakukannya. yg ada sekarang BeYe cuma pinter jualan kecap.
Brader, trims atas ke datangannya. Juga tulisannya :D, apiiieeeek,
Kita vs korupsi, yooookkkk!!!
intinya ngga usah nyalahin pemerintah atau pejabat2 yg korupsi, tapi berkaca pada diri sendiri. sudahkah kita bersih?